sekilasdunia.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) diminta turun tangan mengatasi kesehatan mental peserta didik guna mencegah jatuh korban akibat depresi saat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Pangkalnya, instansi yang dikomandoi Terawan Agus Putranto itu turut meneken surat keputusan bersama (SKB) 4 menteri tentang kegiatan belajar mengajar (KBM) secara daring.
FSGI menyayangkan ada beberapa pihak yang menyangkal bahwa meninggalnya 3 siswa bukan karena depresi belajar online melainkan masalah pribadi. FSGI pun meminta Kementerian Kesehatan untuk turut andil dalam mencegah dampak psikologis belajar online selama masa pandemi corona.
Kaus pertama adalah meninggalnya seorang siswa SD karena dianiaya orang tuanya akibat sulit diajarkan saat PJJ pada September.
Kasus kedua meninggalnya seorang siswi SMA di Kabupaten Gowa yang bunuh diri karena tugas PJJ yang menumpuk pada Oktober. Kasus ketiga seorang siswa MTs di kota Tarakan yang bunuh diri karena tugas PJJ yang menumpuk.
"Karena problem kesehatan mental itu tinggi FSGI meminta sesuai dengan SKB 4 menteri kan juga ada di situ Kementerian Kesehatan, maka Kemenkes mestinya punya peran dalam mencegah dampak psikologis di masa pandemi," kata Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti, dalam konferensi pers yang disiarkan di YouTube FSGI Pusat, Minggu (1/11/2020).
Sebab Kementerian Kesehatan mempunyai program dalam menangani isu kesehatan jiwa anak dan remaja semasa masa pandemi. Selain itu, Retno mendorong pemerintah juga mengevaluasi sistem PJJ untuk mencegah terjadinya gangguan depresi pada anak.
FSGI menyayangkan pihak yang mestinya melindungi siswa justru seolah-olah menyangkal bahwa bunuh diri bukan karena PJJ. Namun diarahkan kepada pribadi anak seperti masalah kehidupan anak.
"FSGI menyayangkan pihak-pihak yang semestinya melindungi peserta didik justru selalu buru-buru menyangkal bahwa bunuh diri peserta didik bukan karena PJJ. Tetapi selalu diarahkan kepada pribadi anak seperti masalah asmara, masalah perceraian orang tua, dan menuding anak berkarakter lemah. Penyangkaan ini yang pada akhirnya mengakibatkan pelaksanaan PJJ fase 2 secara signifikan tidak ada perubahan," ujarnya.
Oleh karena itu FSGI menyampaikan sejumlah rekomendasi. Pertama mendorong para pengawas, kepala sekolah guru BK dan wali kelas dan guru mata pelajaran untuk membuat kesepakatan memberikan perlindungan dan pemaafan dalam pengumpulan tugas. Adapun bentuk perlindungan terhadap peserta didik bermasalah dalam PJJ, misalnya tugas yang diberikan seringan-ringannya baik dari segi kompetensi dasar ataupun dari segi jumlah soalnya.
"FSGI mendorong pihak sekolah dan para guru mengurangi beban psikologis peserta didik dengan mengurangi beban tuntutan pengumpulan tugas. Untuk tugas yang sudah menumpuk dan terlanjur tidak dikerjakan di waktu yang lalu diputuskan diberikan pemaafan setelah peserta didik diberikan bimbingan dan pembinaan psikologis," kata Wasekjen FSGI Fahriza Tanjung, dalam kesempatan yang sama.
Ia mengatakan siswa tersebut dapat ditagih kembali untuk mengerjakan tugas setelah mental siswa dibina dan disiapkan untuk mengerjakan tugas. FSGI juga mendorong sekolah memberdayakan guru BK untuk membantu para siswanya yang mengalami masalah kesehatan mental selama masa pandemi COVID-19.
FSGI mendorong dinas pendidikan serta Kemenag di berbagai provinsi dan kabupaten kota untuk memastikan mematuhi surat edaran Kepmendikbud nomor 4 tahun 2020. FSGI juga mendorong dinas pendidikan di berbagai daerah untuk mewajibkan sekolah menerapkan Kepmendikbud nomor 719 2020 tentang pelaksanaan kurikulum darurat.
"Kurikulum darurat akan meringankan beban belajar siswa, guru, dan orang tua sehingga anak tidak stres," ungkapnya.
"SKB 4 menteri tidak hanya di tandatangani Mendikbud, Menag tetapi Menkes, oleh karena itu FSGI mendesak Kemenkes dengan dinas kesehatan di berbagai daerah perlu membantu sekolah, guru dan orang tua mengatasi masalah kesehatan mental anak-anak selama PJJ di masa pandemi," sambungnya. (ims)
« Prev Post
Next Post »